Mawlana Syaikh Muhammad Hisyam Kabbani qs
Dalam Buku Kiamat Mendekat (Approaching to Armageddon)
Di
samping jaringan benang kosmik ini, ada rancangan lain yang menjadikan
tali-tali itu sebagai bagian dari jagat raya. Teori tali (string theory)
sudah mengemuka sebagai teori penyatuan materi alam raya: dari planet
yang besar hingga partikel sub-atom. Pada awalnya, para fisikawan tidak
dapat menyandingkan fisika kosmik (yang membahas teori tentang
relativitas umum dan kekuatan gravitasi) dengan fisika kuantum (yang
membahas tiga kekuatan lainnya:
elektromagnetisme,
kekuatan nuklir makro, dan
kekuatan nuklir mikro).
Kedua teori fisika makro dan fisika mikro ini, hanya bekerja dalam wilayah masing-masing dan tak saling mengisi.
Teori tali mendamaikan perbedaan-perbedaan ini dan menyatakan bahwa partikel sub-atom merupakan getaran, atau gema, dari tali-tali halus. Getaran-getaran tali mirip dengan not-not musik biola dengan tali berbeda yang menghasilkan getaran yang berbeda, atau not yang berbeda, sebagaimana firman Allah:
Dan tidak ada satu pun melainkan bertasbih dengan memuji kepada-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. (Q 17:44)
Penjelasan matematis tentang teori tali ini adalah bahwa jagat raya terdiri dari sepuluh dimensi. Manusia hanya mengetahui tiga dimensi yang tampak dan satu dimensi yang tidak tampak, yaitu waktu. Namun, jika teori tali ingin menjelaskan keempat kekuatan[1] itu, harus ada enam dimensi lain yang tidak kasat mata. Seorang teoretisi fisika, Dr. Michio Kaku mengatakan:
Ciri khas yang aneh dari tali super itu adalah bahwa mereka hanya dapat bergetar dalam sepuluh dimensi. Pada kenyataannya, hal ini merupakan salah satu alasan kenapa ia dapat menyatukan kekuatan-kekuatan semesta yang kita kenal: dalam dunia sepuluh dimensi ini terdapat “lebih banyak ruang” untuk menampung teori Einstein tentang gravitasi dan juga fisika sub-atom. Dalam beberapa hal, upaya-upaya awal untuk menyatukan kekuatan alam tidak berhasil karena teori empat dimensi yang dijadikan standar acuan ternyata “terlalu lemah” untuk merekatkan semua kekuatan ke dalam satu kerangka matematis.
Untuk menggambarkan secara visual dimensi-dimensi yang lebih tinggi, mari kita bayangkan sebuah kebun teh Jepang, di mana seekor ikan menghabiskan hidupnya di dalam kolam yang berair dangkal. Ikan itu hanya sedikit sekali menyadari dunia di atas permukaan air. Bagi seorang ikan “ilmuwan”, alam raya hanya terdiri dari dua dimensi, panjang dan lebar. Tidak ada “tinggi”. Pada kenyataannya, ikan itu tak mampu membayangkan dimensi ketiga di luar kolam. Kata “di atas” sama sekali tak mempunyai arti. (Bayangkan kepanikannya ketika kita tiba-tiba harus mengeluarkannya dari dunianya yang berdimensi dua ke dunia super dimensi, yaitu dunia kita).
Namun jika hujan turun, maka permukaan kolam menjadi beriak. Meskipun dimensi ketiga berada di luar pemahaman ikan, ia bisa dengan jelas melihat riak yang bergerak di sepanjang permukaan air. Sama halnya, meskipun kita di bumi tidak bisa “melihat” dimensi-dimensi yang lebih tinggi itu, kita dapat melihat riak mereka ketika mereka bergetar. Menurut teori ini, “cahaya” merupakan sebuah gelombang getaran dalam dimensi kelima. Dengan mengetahui dimensi-dimensi yang lebih tinggi, dengan mudah kita dapat mengakomodasi kekuatan yang lebih besar, termasuk kekuatan nuklir. Intinya: semakin banyak dimensi yang kita miliki, semakin besar kekuatan yang bisa diakomodasi.
Sanggahan terhadap teori ini adalah bahwa kita tidak bisa mengamati dimensi-dimensi yang lebih tinggi itu di dalam laboratorium. Pada saat ini, setiap peristiwa di alam raya, dari pembusukan sub-atom terkecil hingga ledakan galaksi, dapat digambarkan dengan empat angka (panjang, lebar, kedalaman, dan waktu), bukan sepuluh angka. Untuk menjawab sanggahan ini, banyak fisikawan yang percaya (tapi belum bisa membuktikan faktanya) bahwa alam raya pada saat terjadinya Big Bang sebenarnya memiliki sepuluh dimensi. Hanya setelah terjadi proses penciptaan, enam dari sepuluh dimensi itu “menyusut” menjadi sebuah bola yang terlalu kecil untuk diamati. Pada kenyataannya, teori ini merupakan teori tentang penciptaan, ketika kekuatan-penuh ruang dan waktu yang berdimensi sepuluh benar-benar nyata …[2]
Kini, banyak fisikawan percaya bahwa kita mirip dengan ikan yang berenang dalam sebuah kolam kecil, yang tidak menyadari adanya alam-alam hiper-ruang di atas kepala kita yang tidak bisa diamati. Kita hidup dalam ruang tiga dimensi, meyakini bahwa apa yang bisa kita saksikan dengan teleskop adalah yang benar-benar ada, dan tidak mengetahui kemungkinan adanya hiper-ruang yang berdimensi sepuluh. Meskipun dimensi-dimensi yang lebih tinggi itu tidak kasat mata, “riak”-nya dapat disaksikan dan dirasakan dengan jelas. Kita menyebut riak tersebut dengan gravitasi dan cahaya.[3]
Tali-tali tersebut dan bahkan alam semesta dasa dimensi itu telah dinyatakan dalam Alquran:
Demi langit yang mempunyai tali-tali. Sesungguhnya kamu benar-benar dalam keadaan berbeda-beda pendapat.(Q 51:7–8)
Allah bersumpah dengan menekankan kehebatan tali-tali langit. Bukti yang mendukung teori tali itu sebagian besar dikemukan oleh para peneliti yang menyelidiki ruang angkasa dan alam semesta.
Dengan demikian, teori tali telah membuka sebuah pemahaman baru bahwa alam raya sebenarnya terdiri dari sepuluh dimensi, enam dimensi lebih banyak dari yang kita kenal, yaitu tiga dimensi yang bisa diamati, dan satu dimensi yang tak terlihat, yaitu dimensi waktu. Seperti halnya kasus besi dalam Alquran, dalam kasus dimensi ini juga ada unsur numerologi yang penting untuk dicermati, yaitu dalam surah al-Dzâriyât (51:7). Dalam perhitungan numerologi, jumlah angka 51, yang terdiri dari angka 5 dan angka 1, adalah 6. Menambahkan jumlah angka pada surat tersebut dengan nomor ayat akan menghasilkan angka 13. Jumlah angka 13, yang terdiri dari angka 1 dan angka 3, adalah 4, angka yang menunjukkan empat dimensi yang kita kenal. Sementara itu, jumlah angka pada surat ke-51 itu secara numerologis menghasilkan angka 6, yang melambangkan enam dimensi lainnya. Lebih jauh lagi, dalam ayat ketujuh disebutkan tujuh dimensi yang tak terlihat, yaitu waktu dan enam dimensi lainnya. Angka 7 melambangkan 7 langit yang disebutkan Alquran:
Tujuh langit, bumi, dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tidak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun. (Q 17:44) [4]
Jadi, tujuh dimensi langit ditambah dengan tiga dimensi bumi seluruhnya berjumlah sepuluh dimensi. Inilah yang disebut dengan teori dasa dimensi: tiga dimensi dalam dunia fisik, waktu sebagai dimensi keempat, dan enam dimensi yang belum diketahui.
Fakta tentang adanya sepuluh dimensi ini juga mengandung pelajaran. Jumlah angka 10, yaitu satu ditambah nol, adalah 1. Angka 1 merupakan petunjuk bahwa Yang Esa adalah yang paling utama, yang lainnya adalah nol, muspra. Angka 1 dan 0 adalah angka-angka yang ada dalam kode binary, jenis kode yang dipakai pada semua komputer di dunia. Ketika partikel-partikel silikon pada komputer dinyalakan, mereka akan bergerak dari kondisi energi hampa menuju kondisi energi gerak, yaitu “satu”. Melalui penemuan komputer dan dasa dimensi, Allah memperlihatkan tanda-tanda kekuasaan-Nya bahwa Dia, Yang Esa, adalah Realitas sebenarnya, dan sesuatu selain diri-Nya tidak ada apa-apanya, alias nol.
Ada pemahaman baru yang diambil dari teori tali, yaitu bahwa lubang hitam (black hole) sebenarnya tidak hampa, tetapi terhubung dengan bagian lain di alam semesta, yang oleh para teoretisi fisika disebut dengan “lubang cacing” (worm holes). Sementara teori ini belum bisa dibuktikan, ada sebuah petunjuk menarik tentang hal tersebut dalam firman Allah yang menyebutkan tali-tali langit.
Dalam sebuah ayat yang telah berulang kali disebutkan, Allah berfirman:
Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda kekuasaan Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelas bagi mereka bahwa Alquran adalah benar. (Q 41:53)
Al-âfâq secara harfiah berarti “ufuk”, yaitu seluruh langit, atau alam semesta. Allah berfirman bahwa Dia akan memperlihatkan tanda-tanda kekuasaan-Nya bukan kepada kalian, tetapi kepada mereka, yaitu orang-orang kafir melalui penelitian mereka sendiri terhadap jagat raya, sebagai sarana untuk membimbing mereka agar mengakui pesan-pesan Islam sebagai sebuah kebenaran.
Dalam surah al-Dzâriyât, Allah bersumpah dengan tali-tali langit bahwa:
Sesungguhnya kamu benar-benar dalam keadaan berbeda-beda pendapat. (Q 51:8)
Manusia berbeda pendapat tentang Nabi Muhammad saw. dan pesan yang dibawanya, yaitu Islam.
Dipalingkan darinya (dari Rasul dan Alquran) orang-orang yang berpaling. Terkutuklah orang-orang yang banyak berdusta. (Q 51:9–10)
Perbedaan pendapat ini telah memalingkan orang dari kebenaran, namun siapa pun yang menolak Rasul saw. adalah keliru. Allah tidak suka terhadap mereka yang hanya mengira-ngira tentang Nabi saw. tanpa sungguh-sungguh menyelidiki pesan-pesannya. Seribu empat ratus tahun yang lalu, Allah mewahyukan ayat ini dan bersumpah dengan sesuatu yang belum diketahui pada masa turunnya wahyu. Hal ini sebenarnya merupakan petunjuk bagi para ilmuwan dan peneliti modern yang berhasil menemukan realitas ini untuk mengakui keagungan Nabi saw.
Nabi saw. tidak menyebutkan hal tersebut pada masanya karena apa yang ia sampaikan sudah cukup bagi para sahabatnya untuk masuk Islam. Informasi ini terungkap sendiri bila saatnya tiba, ketika penemuan ilmiah tentang realitas ini semakin mempertegas realitas yang disebutkan dalam Alquran. Nabi saw. membawa pesan yang begitu lengkap dan sempurna itu dari Allah sehingga ayat-ayat Alquran telah dan akan terus dibuktikan kebenarannya saat ini bahkan oleh para ilmuwan nonmuslim. Alquran berbicara, nâthiq, dan selalu menyodorkan bukti. Dengan menggunakan penemuan mereka sendiri, Allah sebenarnya menyeru mereka yang hidup pada masa modern ini untuk masuk Islam. Ketika menemukan realitas ini dalam Alquran, banyak ilmuwan masuk Islam. Seperti sabda Nabi:
Islam akan memasuki tiap rumah di muka bumi.[5]
Dan katakanlah, “Segala puji bagi Allah, Dia akan memperlihatkan kepadamu tanda-tanda kebesaran-Nya, maka kamu akan mengetahuinya.” (Q 27:93)
[1]Yaitu gravitasi, elektromagnetisme, kekuatan nuklir makro, dan kekuatan nuklir mikro.
[2]Michio Kaku, Black Holes, Worm Holes, and the Tenth Dimension.
[3]Michio Kaku, Hyperspace and a Theory of Everything.
[4]Sebagai catatan, ayat ini terdapat dalam Q 17:44, yang berdasarkan perhitungan numerologi dapat diurai menjadi 1+7=8 dan 4+4=8, dan 8+8=16, dan 1+6=7: “tujuh lapis langit …”
[5]Diriwayatkan oleh Tamîm al-Dârî dalam Musnad Ahmad.
elektromagnetisme,
kekuatan nuklir makro, dan
kekuatan nuklir mikro).
Kedua teori fisika makro dan fisika mikro ini, hanya bekerja dalam wilayah masing-masing dan tak saling mengisi.
Teori tali mendamaikan perbedaan-perbedaan ini dan menyatakan bahwa partikel sub-atom merupakan getaran, atau gema, dari tali-tali halus. Getaran-getaran tali mirip dengan not-not musik biola dengan tali berbeda yang menghasilkan getaran yang berbeda, atau not yang berbeda, sebagaimana firman Allah:
Dan tidak ada satu pun melainkan bertasbih dengan memuji kepada-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. (Q 17:44)
Penjelasan matematis tentang teori tali ini adalah bahwa jagat raya terdiri dari sepuluh dimensi. Manusia hanya mengetahui tiga dimensi yang tampak dan satu dimensi yang tidak tampak, yaitu waktu. Namun, jika teori tali ingin menjelaskan keempat kekuatan[1] itu, harus ada enam dimensi lain yang tidak kasat mata. Seorang teoretisi fisika, Dr. Michio Kaku mengatakan:
Ciri khas yang aneh dari tali super itu adalah bahwa mereka hanya dapat bergetar dalam sepuluh dimensi. Pada kenyataannya, hal ini merupakan salah satu alasan kenapa ia dapat menyatukan kekuatan-kekuatan semesta yang kita kenal: dalam dunia sepuluh dimensi ini terdapat “lebih banyak ruang” untuk menampung teori Einstein tentang gravitasi dan juga fisika sub-atom. Dalam beberapa hal, upaya-upaya awal untuk menyatukan kekuatan alam tidak berhasil karena teori empat dimensi yang dijadikan standar acuan ternyata “terlalu lemah” untuk merekatkan semua kekuatan ke dalam satu kerangka matematis.
Untuk menggambarkan secara visual dimensi-dimensi yang lebih tinggi, mari kita bayangkan sebuah kebun teh Jepang, di mana seekor ikan menghabiskan hidupnya di dalam kolam yang berair dangkal. Ikan itu hanya sedikit sekali menyadari dunia di atas permukaan air. Bagi seorang ikan “ilmuwan”, alam raya hanya terdiri dari dua dimensi, panjang dan lebar. Tidak ada “tinggi”. Pada kenyataannya, ikan itu tak mampu membayangkan dimensi ketiga di luar kolam. Kata “di atas” sama sekali tak mempunyai arti. (Bayangkan kepanikannya ketika kita tiba-tiba harus mengeluarkannya dari dunianya yang berdimensi dua ke dunia super dimensi, yaitu dunia kita).
Namun jika hujan turun, maka permukaan kolam menjadi beriak. Meskipun dimensi ketiga berada di luar pemahaman ikan, ia bisa dengan jelas melihat riak yang bergerak di sepanjang permukaan air. Sama halnya, meskipun kita di bumi tidak bisa “melihat” dimensi-dimensi yang lebih tinggi itu, kita dapat melihat riak mereka ketika mereka bergetar. Menurut teori ini, “cahaya” merupakan sebuah gelombang getaran dalam dimensi kelima. Dengan mengetahui dimensi-dimensi yang lebih tinggi, dengan mudah kita dapat mengakomodasi kekuatan yang lebih besar, termasuk kekuatan nuklir. Intinya: semakin banyak dimensi yang kita miliki, semakin besar kekuatan yang bisa diakomodasi.
Sanggahan terhadap teori ini adalah bahwa kita tidak bisa mengamati dimensi-dimensi yang lebih tinggi itu di dalam laboratorium. Pada saat ini, setiap peristiwa di alam raya, dari pembusukan sub-atom terkecil hingga ledakan galaksi, dapat digambarkan dengan empat angka (panjang, lebar, kedalaman, dan waktu), bukan sepuluh angka. Untuk menjawab sanggahan ini, banyak fisikawan yang percaya (tapi belum bisa membuktikan faktanya) bahwa alam raya pada saat terjadinya Big Bang sebenarnya memiliki sepuluh dimensi. Hanya setelah terjadi proses penciptaan, enam dari sepuluh dimensi itu “menyusut” menjadi sebuah bola yang terlalu kecil untuk diamati. Pada kenyataannya, teori ini merupakan teori tentang penciptaan, ketika kekuatan-penuh ruang dan waktu yang berdimensi sepuluh benar-benar nyata …[2]
Kini, banyak fisikawan percaya bahwa kita mirip dengan ikan yang berenang dalam sebuah kolam kecil, yang tidak menyadari adanya alam-alam hiper-ruang di atas kepala kita yang tidak bisa diamati. Kita hidup dalam ruang tiga dimensi, meyakini bahwa apa yang bisa kita saksikan dengan teleskop adalah yang benar-benar ada, dan tidak mengetahui kemungkinan adanya hiper-ruang yang berdimensi sepuluh. Meskipun dimensi-dimensi yang lebih tinggi itu tidak kasat mata, “riak”-nya dapat disaksikan dan dirasakan dengan jelas. Kita menyebut riak tersebut dengan gravitasi dan cahaya.[3]
Tali-tali tersebut dan bahkan alam semesta dasa dimensi itu telah dinyatakan dalam Alquran:
Demi langit yang mempunyai tali-tali. Sesungguhnya kamu benar-benar dalam keadaan berbeda-beda pendapat.(Q 51:7–8)
Allah bersumpah dengan menekankan kehebatan tali-tali langit. Bukti yang mendukung teori tali itu sebagian besar dikemukan oleh para peneliti yang menyelidiki ruang angkasa dan alam semesta.
Dengan demikian, teori tali telah membuka sebuah pemahaman baru bahwa alam raya sebenarnya terdiri dari sepuluh dimensi, enam dimensi lebih banyak dari yang kita kenal, yaitu tiga dimensi yang bisa diamati, dan satu dimensi yang tak terlihat, yaitu dimensi waktu. Seperti halnya kasus besi dalam Alquran, dalam kasus dimensi ini juga ada unsur numerologi yang penting untuk dicermati, yaitu dalam surah al-Dzâriyât (51:7). Dalam perhitungan numerologi, jumlah angka 51, yang terdiri dari angka 5 dan angka 1, adalah 6. Menambahkan jumlah angka pada surat tersebut dengan nomor ayat akan menghasilkan angka 13. Jumlah angka 13, yang terdiri dari angka 1 dan angka 3, adalah 4, angka yang menunjukkan empat dimensi yang kita kenal. Sementara itu, jumlah angka pada surat ke-51 itu secara numerologis menghasilkan angka 6, yang melambangkan enam dimensi lainnya. Lebih jauh lagi, dalam ayat ketujuh disebutkan tujuh dimensi yang tak terlihat, yaitu waktu dan enam dimensi lainnya. Angka 7 melambangkan 7 langit yang disebutkan Alquran:
Tujuh langit, bumi, dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tidak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun. (Q 17:44) [4]
Jadi, tujuh dimensi langit ditambah dengan tiga dimensi bumi seluruhnya berjumlah sepuluh dimensi. Inilah yang disebut dengan teori dasa dimensi: tiga dimensi dalam dunia fisik, waktu sebagai dimensi keempat, dan enam dimensi yang belum diketahui.
Fakta tentang adanya sepuluh dimensi ini juga mengandung pelajaran. Jumlah angka 10, yaitu satu ditambah nol, adalah 1. Angka 1 merupakan petunjuk bahwa Yang Esa adalah yang paling utama, yang lainnya adalah nol, muspra. Angka 1 dan 0 adalah angka-angka yang ada dalam kode binary, jenis kode yang dipakai pada semua komputer di dunia. Ketika partikel-partikel silikon pada komputer dinyalakan, mereka akan bergerak dari kondisi energi hampa menuju kondisi energi gerak, yaitu “satu”. Melalui penemuan komputer dan dasa dimensi, Allah memperlihatkan tanda-tanda kekuasaan-Nya bahwa Dia, Yang Esa, adalah Realitas sebenarnya, dan sesuatu selain diri-Nya tidak ada apa-apanya, alias nol.
Ada pemahaman baru yang diambil dari teori tali, yaitu bahwa lubang hitam (black hole) sebenarnya tidak hampa, tetapi terhubung dengan bagian lain di alam semesta, yang oleh para teoretisi fisika disebut dengan “lubang cacing” (worm holes). Sementara teori ini belum bisa dibuktikan, ada sebuah petunjuk menarik tentang hal tersebut dalam firman Allah yang menyebutkan tali-tali langit.
Dalam sebuah ayat yang telah berulang kali disebutkan, Allah berfirman:
Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda kekuasaan Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelas bagi mereka bahwa Alquran adalah benar. (Q 41:53)
Al-âfâq secara harfiah berarti “ufuk”, yaitu seluruh langit, atau alam semesta. Allah berfirman bahwa Dia akan memperlihatkan tanda-tanda kekuasaan-Nya bukan kepada kalian, tetapi kepada mereka, yaitu orang-orang kafir melalui penelitian mereka sendiri terhadap jagat raya, sebagai sarana untuk membimbing mereka agar mengakui pesan-pesan Islam sebagai sebuah kebenaran.
Dalam surah al-Dzâriyât, Allah bersumpah dengan tali-tali langit bahwa:
Sesungguhnya kamu benar-benar dalam keadaan berbeda-beda pendapat. (Q 51:8)
Manusia berbeda pendapat tentang Nabi Muhammad saw. dan pesan yang dibawanya, yaitu Islam.
Dipalingkan darinya (dari Rasul dan Alquran) orang-orang yang berpaling. Terkutuklah orang-orang yang banyak berdusta. (Q 51:9–10)
Perbedaan pendapat ini telah memalingkan orang dari kebenaran, namun siapa pun yang menolak Rasul saw. adalah keliru. Allah tidak suka terhadap mereka yang hanya mengira-ngira tentang Nabi saw. tanpa sungguh-sungguh menyelidiki pesan-pesannya. Seribu empat ratus tahun yang lalu, Allah mewahyukan ayat ini dan bersumpah dengan sesuatu yang belum diketahui pada masa turunnya wahyu. Hal ini sebenarnya merupakan petunjuk bagi para ilmuwan dan peneliti modern yang berhasil menemukan realitas ini untuk mengakui keagungan Nabi saw.
Nabi saw. tidak menyebutkan hal tersebut pada masanya karena apa yang ia sampaikan sudah cukup bagi para sahabatnya untuk masuk Islam. Informasi ini terungkap sendiri bila saatnya tiba, ketika penemuan ilmiah tentang realitas ini semakin mempertegas realitas yang disebutkan dalam Alquran. Nabi saw. membawa pesan yang begitu lengkap dan sempurna itu dari Allah sehingga ayat-ayat Alquran telah dan akan terus dibuktikan kebenarannya saat ini bahkan oleh para ilmuwan nonmuslim. Alquran berbicara, nâthiq, dan selalu menyodorkan bukti. Dengan menggunakan penemuan mereka sendiri, Allah sebenarnya menyeru mereka yang hidup pada masa modern ini untuk masuk Islam. Ketika menemukan realitas ini dalam Alquran, banyak ilmuwan masuk Islam. Seperti sabda Nabi:
Islam akan memasuki tiap rumah di muka bumi.[5]
Dan katakanlah, “Segala puji bagi Allah, Dia akan memperlihatkan kepadamu tanda-tanda kebesaran-Nya, maka kamu akan mengetahuinya.” (Q 27:93)
[1]Yaitu gravitasi, elektromagnetisme, kekuatan nuklir makro, dan kekuatan nuklir mikro.
[2]Michio Kaku, Black Holes, Worm Holes, and the Tenth Dimension.
[3]Michio Kaku, Hyperspace and a Theory of Everything.
[4]Sebagai catatan, ayat ini terdapat dalam Q 17:44, yang berdasarkan perhitungan numerologi dapat diurai menjadi 1+7=8 dan 4+4=8, dan 8+8=16, dan 1+6=7: “tujuh lapis langit …”
[5]Diriwayatkan oleh Tamîm al-Dârî dalam Musnad Ahmad.
0 komentar:
Posting Komentar